Caleg Harus Siapkan Miliran Rupiah.
JAKARTA - Menjelang Pemilu Legislatif 2014 banyak strategi partai politik untuk mendulang suara salah satunya dengan merekrut artis sebagai calon anggota legislatif. Namun, rekruitmen artis tak menjamin menaikkan elektabilitas partai bahkan meski artis tersbeut dijadikan Caleg belum tentu terpilih pula.
Politikus Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan, untuk menjadi anggota DPR dibutuhkan dana minimal Rp1 miliar sampai Rp10 miliar.
"Dalam kampanye legislatif biaya yang terbesar bukan di kaos dan baliho, tapi pengerahan massa. Jaman saya satu kepala Rp50 ribu. Saya yang didukung 100 ribu orang ini minimal mengeluarkan Rp5 miliar," kata Ruhut saat dihubungi, hari ini.
Mahalnya biaya politik untuk menjadi anggota DPR juga diakui Ketua Komisi VIII Ida Fauziyah. Namun, politikus PKB ini enggan mengatakan mengenai nominal biaya yang dikeluarkan. Menurut pengalaman dia, biaya paling mahal adalah alat peraga seperti kaos, spanduk, serta biaya pertemuan.
"Yang paling mahal itu alat peraga, dan pertemuan, sedangkan kampanye lebih banyak dilakukan partai," jelas dia.
Dia benar-benar mencari tentang cara yang murah untuk menjadi anggota DPR. Apalagi, kata dia, bagi caleg perempuan yang memiliki kesulitan tingkat tinggi dalam pendanaan.
Dia juga mengakui bila Pileg 2014 nanti masih banyak diwarnai dengan money politic. "Ya nanti itu money politic masih akan bergentayangan, kompetisi internal juga sudah keras apalagi dengan eksternal karena semakin sempit ruangnya. Sehingga menuntut orang agar lebih banyak kreatif. Saya berpikir keras bagaiamana dapat suara yang suara, ya salah satunya dengan mengambil hatinnya," jelasnya.
Terpisah, seorang politikus yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR atau DPD, harus mengeluarkan ongkos politik yang tak sedikit. Kabarnya, seorang politikus harus menyiapkan dana puluhan miliar rupiah agar bisa duduk di Senayan.
"Biaya untuk mencalonkan diri menjadi DPR atau DPD sangat tinggi, bisa mencapai Rp 50 miliar," ujar Pengamat Politik dari Unpad, Dede Mariana kepada wartawan pada sela-sela acara diskusi 'Ada Apa dengan DPD', hari ini.
Menurut Dede, perkiraan itu muncul berdasarkan keterangan dari sejumlah anggota perwakilan rakyat dan daerah yang berhasil terpilih. Calon pejabat itu mengeluarkan dana cukup besar untuk biaya mahar kepada partai politik pengusung serta biaya kampanye.
Dede menilai, penggunaan dana yang cukup besar tersebut bisa menimbulkan kerawanan aksi korupsi para wakil rakyat dan daerah. Para oknum akan berusaha mengembalikan biaya pengeluaran dengan berbagai cara. "Money politic akan menimbulkan aksi korupsi," imbuh Dede.
Melihat kondisi tersebut, Dede berharap audit sumber dan penggunaan dana kampanye berlangsung optimal. Peraturan KPU pun telah membatasi nilai dana yang boleh diambil dari donatur individu maupun perusahaan.
Selain itu, kata Dede, masyarakat sebaiknya mendukung calon yang tidak mengeluarkan biaya supaya lebih mudah gampang menutut balik calon tersebut jika sudah terpilih. Hal itu jelas berbeda ketika calon menggunakan money politik karena tidak menimbulkan rasa tanggungjawab kepada rakyat. "Seharusnya, ada aturan yang melarang calon mengeluarkan biaya dalam pemilihan," kata Dede mengakhiri.
Sumber Artikel : http://www.waspada.co.id/
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo memprediksi dana kampanye pada Pemilu 2014 akan lebih tinggi dibandingkan pemilu sebelumnya. Sebab, masa kampanye Pemilu 2014 relatif lebih panjang dibandingkan sebelumnya. Ia memprediksi, dana untuk kampanye bisa mencapai Rp 1 miliar.
"Menurut saya, untuk pemilihan langsung seperti sekarang ini. Kalau caleg tersebut benar-benar serius, dibutuhkan paling sedikit Rp 1 miliar, kecuali kalau hanya iseng-iseng berhadiah," ujar Bambang di Jakarta, Selasa (23/4/2013).
Ia mengungkapkan, dana sebesar itu diperlukan untuk membiayai banyak hal. Pertama, akomodasi ke daerah pemilihan seperti transportasi dan penginapan. Bambang mengaku paling tidak dua kali dalam sebulan mengunjungi daerah pemilihannya, Jawa Tengah VII, yang mencakup wilayah Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen.
"Paling tidak satu bulan dua kali sejak persaingan internal sebelum penyusunan DCS hingga Desember 2013, sementara pada bulan Januari-April akan lebih intensif. Biasanya, caleg sudah menetap sekurangnya tiga bulan sebelum pemilu," kata Bambang.
Kedua, dana kampanye untuk biaya logistik seperti kaus, spanduk, kalender, umbul-umbul, baliho, iklan di media lokasi, alat peraga berupa kartu suara, lomba kesenian, dan lomba olahraga.
Ketiga, Bambang memaparkan, dana kampanye untuk biaya bantuan sosial seperti perbaikan mushala, masjid, gereja, dan jalan desa.
Keempat, dana kampanye berupa biaya pengumpulan massa pada putaran terakhir masa kampanye.
"Kelima, ini yang berat, yaitu biaya saksi di setiap TPS yang biasanya berkisar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per orang. Bayangkan di setiap dapil biasanya ada 5.000-10.000 TPS. Tinggal kalikan saja jumlah itu," kata anggota Komisi III DPR ini.
Menurut Bambang, dengan sistem politik seperti saat ini, ongkos politik yang akan dikeluarkan tidak murah. Persaingan internal ataupun eksternal partai, serta masa kampanye yang jauh lebih panjang, mau tidak mau akan memaksa para caleg merogoh "kocek" lebih dalam.
"Dalam sistem demokrasi pemilihan langsung, jujur harus dikatakan, tidak ada caleg bisa terpilih dengan hanya modal dengkul. Paling tidak, selain modal ekonomi sesuai kemampuan masing-masing, untuk kebutuhan alat peraga dan operasional tim sukses juga dibutuhkan sekurang-kurangnya modal sosial dan modal politik," paparnya.
Ia melihat kerja-kerja politik dan kampanye sangat diuntungkan jika caleg sudah terkenal atau memiliki nama seperti artis, kiai, atau tokoh masyarakat.
Biaya Calon Anggota DPR Hingga Rp.6 Milyar.
TEMPO.CO, Jakarta-Sejumlah calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengaku bahwa kompetisi merebut kursi legislatif pada Pemilu 2014 tak semata menjual visi dan misi. Untuk menggaet pemilih, kandidat mesti merogoh kocek miliaran rupiah. “Pemilu masih diwarnai pertarungan uang, bukan visi dan misi,” kata politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Martin Hutabarat kepadaTempo pekan lalu.
Martin mengatakan, calon legislator harus membiayai diri sendiri untuk memperkenalkan diri pada masyarakat. Martin, yang dipasang untuk daerah pemilihan Sumatera Utara II, mengklaim mesti menyiapkan sedikitnya Rp 1,3 miliar, masing-masing Rp 650 juta untuk mencetak baliho, dan Rp 750 juta untuk biaya tatap muka dengan para pemilih.
Calon legislator Partai Demokrat Ruhut Sitompul menambahkan, pertemuan tatap muka menghabiskan porsi paling besar. Ruhut, yang berencana maju dari daerah pemilihan Sumatera Utara I, mengklaim, politisi butuh sedikitnya Rp 1 miliar untuk menjadi calon legislator. Kurang dari itu, seorang calon sulit berkampanye. Sebabnya, katanya, partai tidak membantu kebutuhan dana kampanye calon.
Dalam penelitian disertasi doktornya, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, modal menjadi calon legislator tergantung latar belakang si kandidat. Figur publik dan artis biasanya menyiapkan dana maksimal Rp 600 juta. Sementara birokrat dan pengusaha, setidaknya menyediakan Rp 6 miliar. “Anggaran artis lebih sedikit karena sudah punya modal popularitas,” kata dia.
Pramono mengakui biaya calon selama kampanye tak sebanding dengan pendapatan bersih anggota DPR, yang rata-rata Rp 50 juta per bulan. Namun, seorang pengusaha yang terpilih menjadi anggota DPR bisa memanfaatkan kemudahan akses informasi tentang kebijakan pemerintah. Bermodal jaringan bisnis, mereka dapat mengantisipasi kebijakan yang diterbitkan pemerintah.
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda menyatakan, tingginya biaya politik pada Pemilu 2014 bakal berdampak pada korupsi politik di Tanah Air. Ia menegaskan, tidak sedikit dari calon legislatif yang berharap uangnya kembali. Karena biaya politik tinggi bakal meningkatkan political cost dan juga memunculkan money politics,” kata Hanta.
Memulai debut sebagai calon legislator dari Partai NasDem, Taufik Basari, yang juga pengacara, hanya menyiapkan dana Rp 200 juta. Sejak awal ia bertekad menghindari politik biaya tinggi. Jika dana yang dihabiskan terlalu banyak, ujar Taufik, legislator hanya berpikir mengembalikan modal selama kampanye. "Saya akan membangun kesadaran masyarakat soal ini.”
Hajriyanto Habiskan Rp.1Milyar Untuk Lolos Caleg.
JAKARTA - Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, para calon anggota legislatif (caleg) belomba-lomba menarik simpati rakyat pemilih. Untuk itu, tidak heran jika para Caleg menghabiskan biaya yang cukup tinggi setiap Pemilu.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar (PG) Hajriyanto Thohari misalnya, untuk lolos ke Gedung DPR, dia harus mengeluarkan anggaran sebesar Rp 1 miliar. "Pada Pemilu 2009, saya menghabiskan Rp1 miliar.
”Rinciannya yang 425 juta itu saya gunakan untuk dirikan radio. Waktu itu kan jelang musim pencalegan, saya mulai beli tanah dan beli studio," jelas Hajriyanto, di Gedung DPR, Jakarta, hari ini.
"Di situ digunakan dua bangunan, satu untuk radio H di Karanganyar, Sragen dan Wonogiri dan satunya lagi untuk The Hajriyanto Center," lanjut Hajriyanto.
Selain mendirikan studio radio guna melancarkan kampanye jelang Pemilu, Hajriyanto juga mengakui bahwa anggaran kampanye pada Pemilu 2009 menghabiskan sekitar Rp 575 juta. Uang itu hanya dipergunakan selama empat hari kampanye.
"Sisanya yang saya gunakan untuk kampanye yaitu 575 juta. Itu untuk putar-putar selama 4 bulan. Untuk ke dusun-dusun, untuk makan, snack. Saya di Wonogiri saja 156 dusun," jelas Wakil Ketua MPR itu.
Untuk Pemilu 2014 mendatang, kata Hajriyanto, dirinya sudah mempersiapkan anggaran yang sama. "Saya rasa sekitar segitu juga," ungkapnya.
Menurutnya, selama kampanye di dapilnya, car ayang lebih efektif adalah dengan turun langsung ke lapangan. Tujuannya, untuk mendengarkan langsung aspirasi rakyat. "Saya tidak pernah mengadakan yang namanya pengerahan massa masif. Bahkan di tingkat kecamatan saja tidak. Di alun-alun itu tidak," ujarnya.
KULON PROGO, KOMPAS.com — Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyatakan, biaya kampanye untuk memperoleh satu kursi sebagai anggota DPRD pada Pemilu 2014 diperkirakan Rp 200 juta - Rp 300 juta.
"Bukan menjadi rahasia lagi, untuk menjadi anggota Dewan, setiap calon legislatif butuh biaya Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Biaya politik sangat tinggi sehingga dibutuhkan gerakan moral untuk melakukan perubahan untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil," kata Ketua Divisi Penegakan Hukum Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kulon Progo Yuli Sutardyo, Selasa (23/4/2013) pagi.
Menurut dia, besarnya biaya kampanye berpengaruh kepada orang yang mempunyai kemampuan tetapi tidak memiliki modal. Dengan kata lain, meski memiliki kemampuan secara intelektual, jika tidak diimbangi dengan kemampuan keuangan, dapat dipastikan tidak akan terpilih dalam pemilu legislatif.
"Hanya yang bermodal besar saja yang bisa ikut bersaing di pemilu legislatif. Caleg banyak yang memberikan uang kepada masyarakat dengan mengatasnamakan dana aspirasi," katanya.
Ia mengatakan, rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif menyebabkan biaya pemilu tinggi. Masyarakat akan memilih caleg yang mampu membayar suara dengan harga tinggi.
"Berdasarkan pengalaman Pemilu Legislatif 2009, setiap orang diberikan uang sebesar Rp 30.000 - Rp 50.000. Ini menjadikan pelajaran bahwa pemilu membutuhkan biaya tingggi untuk membayar rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif," ucap Yuli.
Sementara itu, Ketua DPC PKB Kulon Progo Anwar Hamid mengatakan, setiap caleg yang mendaftar di PKB dikenai biaya pendaftaran Rp 1 juta dan dibebani biaya tes kesehatan sebesar Rp 370.000. Selain itu, PKB mempersilakan masing-masing caleg mengeluarkan biaya kampanye sesuai kemampuan.
"Biaya kampanye ditanggung masing-masing caleg. PKB hanya memfasilitasi kampanye yang sifatnya umum. Kami di struktur partai sudah menyiapkan lembaga pemenangan pemilu (LPP) hingga tingkat dapil yang akan membantu setiap caleg dalam kampanye," ujar Anwar.
Ketua DPD Partai Golkar Kulon Progo Sukarman menambahkan, biaya kampanye caleg dibagi dalam dua bagian, yakni biaya kampanye umum dan pribadi.
Biaya kampanye umum seperti spanduk, kata Sukarman, ditanggung oleh partai. Sementara biaya kampenye pribadi seperti kampanye dengan kesenian jatilan, ketoprak, dan lainnya menjadi tanggung jawab caleg yang bersangkutan.
"Partai Golkar tidak mengenal biaya pencalegan. Untuk biaya kampanye pribadi diserahkan ke masing-masing caleg," katanya.
Sumber Artikel : http://regional.kompas.com/
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar tidak mengandung sara dan konflik etnis