Minggu, 12 Mei 2013

Posted by Unknown
No comments | 15.49.00

Politik Dagang Sapi Atau Politik Daging Sapi?

Sering kita dengar istilah 'politik dagang sapi'. Tetapi ada istilah baru yaitu : "Politik Daging Sapi'. Bukan salah ketik tapi memang demikian namanya. Apakah itu politik dagang sapi? Ternyata maksudnya adalah cara berdagang ternak sapi dalam menentukan harga jual ternak sapi yang berbeda dibanding cara menjual ternak dagangan lainnya seperti ayam, kambing, itik, burung dsb. Politik dagang sapi dikenal karena dalam menentukan berat, harga dan nilai jual ternak sapi ditentukan oleh 'tukang taksir' tentang kondisi sapi termasuk berat, dan jumlah kilo daging dan karkasnya. Tukang taksir (istilah anak medan) bertugas menaksir berapa berat daging sapi kalau sapi yang akan dibeli itu dipotong nantinya. 

Antara penjual dan pembeli masing masing memiliki ahli atau tukang taksir tentang keadaan sapi. Oleh karena itu nilai jual sapi tergantung kepada keahlian tukang taksir dalam menaksir ternak sapi yang akan dijual belikan. Jika tukang taksir sudah terkontaminasi maka terjadilah politik dagang sapi. Artinya nilai jual ternak sapi akan rendah jika tukang taksir salah dalam menaksir hasil daging yang diproduksi oleh ternak sapi sebelum dipotong.

Lalu apa kaitannya dengan Politik Daging Sapi? Dalam minggu minggu ini ramai dibicarakan di mass media cetak maupun elektronik tentang kuota impor daging sapi.  Bahkan beberapa orang yang terlibat dalam kasus suap dan korupsi  impor daging sapi ini telah diperiksa KPK dan akan disidang dalam waktu dekat ini. Mengikuti prosedur hukum yang berlaku di negara ini. Kita saksikan nanti siapa yang bermain dipusaran kuota impor daging sapi ini.

Perantara Dagang Sapi Atau Perantara Daging Sapi?

Dalam percaturan Dagang Sapi dan Daging Sapi biasanya ada sebagai perantara dagang sapi dan daging sapi. Harap dibedakan dagang sapi dan daging sapi. Perantara ini mempertemukan pedagang sapi dan pedagang daging sapi. Jika transaksi deal maka perantara akan memperoleh imbalan sesuai komisi yang telah disepakati antara penjual dengan perantara. Begitu juga halnya dengan dalam kisruh kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian RI. Peran seorang perantara yang mempengaruhi pembuat kebijakan kuota impor bisa dipengaruhi oleh seseorang, beberapa orang atau lembaga tertentu yang memainkan peran mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam bidang kuota impor sapi. Jika kuota impor telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan, dan menguntungkan importir tertentu, maka perantara akan mendapat 'komisi' dari peredaran kuota impor daging sapi ini. Bahkan dalam prakteknya sebelum kasus kisruh kuota impor daging sapi ini terungkap, perusahaan importir yang telah memiliki kuota impor tanpa melaksanakan impor pun dapat menjual 'kuotanya' kepada importir yang membutuhkannya. Alhasil terjadilah praktek jual beli kuota impor dalam pasaran kuota impor daging sapi.

Sumber Artikel : http://www.tempo.co/

Partai Politik Dan Daging Sapi

Apa hubungan partai politik dengan dading sapi? Untuk menjawabnya, mari kita sama sama buka mass media yang akhir akhir ini intensif memberitakan tentang dugaan keterlibatan partai politik tertentu dalam kisruh daging sapi impor di Kementerian Pertanian RI. Terungkapnya prakatek suap dan korupsi dalam penentuan kuota impor daging sapi ketika Mr.Ahmad Fhatanah tertangkap tangan oleh KPK di hotel bersama seorang wanita cantik dengan sejumlah barang bukti suap berkaitan dengan kuota impor daging sapi.

Sumber Artikel : http://megapolitan.kompas.com/

Wanita Wanita Cantik Diseputar Kisruh Daging Sapi

Ada beberapa wanita wanita cantik yang diduga atau patut diduga sengaja dilibatkan, atau tanpa sengaja terlibat dalam kisruh masalah kuota impor daging sapi ini. Mereka mereka ini masih dalam penyelidkan yang mendalam oleh KPK berkaitan suap kuota impor daging sapi dan pelaksanaan UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Unag) seperti Suci Maharani, Ayu Azhari, Vita Shesya, Tri S, Septi dan inisial NA yang santer diberitakan juga menerima uang atau baarang dari Ahmad Fhatanah.

Sumber Artikel : http://www.tempo.co/

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar tidak mengandung sara dan konflik etnis