Jumat, 17 Mei 2013

Posted by Unknown
No comments | 07.54.00
Seorang teman saya kader suatu partai politik (tidak usah saya sebutkan partai apa) pernah berkata kepada saya : "Bang, coba lihat. Semua urusan pemerintahan sudah melalui partai politik. Mau jadi presiden, menteri, gubernur, walikota, anggota DPR pusat maupun daerah, ketua ormas apa lagi ketua parpol, sampai-sampai urusan dunia akhirat pun dicampuri partai politik". Saya mengangguk dan berpikir sejenak, benar juga yah kata kawanku ini. kataku dalam hati.

Benarkah, Dominasi partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah sampai pada taraf mengkhawatirkan? Apa lagi dalam dalam kasus-kasus pengurus parpol akhir-akhir ini (diberitakan mass media cetak maupun elektronik) berindikasi terlibat suap, korupsi dan pencucian uang? Minta ampunlah. Kalau begitu, sudah perlu dan mendesak rasanya jika Undang-undang yang menaungi partai politik dikaji ulang mana kala ada pasal pasal dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik yang mungkin bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (jurisprudensi hukum).

Seorang pensiunan TNI, Mayjen (Purn) Saurip Kadi yang juga adalah Ketua Dewan Pakar Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat) sempat galau dengan dominasi dan sepak terjang partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti saat ini. Seperti dikutip dari Harian Inilah.com berikut ini :

Saurip Kadi Ajukan Uji Materi UU Partai Politik

Oleh: Fadhly Dzikry
nasional - Senin, 6 Mei 2013 | 13:12 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Undang-undang No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik pasal 12 ayat g dan h didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diuji materi. Pasal tersebut digugat karena hak konstitusional warga untuk kurun waktu lima tahun menjadi anggota DPR diberangus.

Ketua dewan pakar Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat) Mayjen (Purn) Saurip Kadi mengatakan alasannya menggugat pasal tersebut karena negara sudah salah mengelola sistem kenegaraan. "Demokrasi yang kita terapkan ini banyak melahirkan malapetaka, negara ini salah kelola akibat sistem kenegaraan yang semerawut," ujarnya usai mendaftarkan uji materi undang-undang tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (6/5/2013).

Saurip menambahkan partai politik telah merenggut hak negara dalam pemilihan legislatif, pasalnya wakil yang dipilih oleh pemilih untuk lima tahun di DPR/DPRD dapat di berhentikan (PAW) oleh partai. "Hak konstitusional warga untuk kurun waktu lima tahun memilih wakilnya diberangus oleh partai politik di tengah jalan akibat undang-undang tentang partai politik yang mempunyai hak memberhentikan anggota DPR/D," ucapnya.

Tidak hanya itu dia juga menggugat keberadaan fraksi di parlemen, karena menurutnya anggota DPR yang seharusnya memperjuangkan hak rakyat tetapi malah memperjuangkan hak partai. "Anggota DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat, berubah menjadi wakil partai, aspirasi yang mereka perjuangkan di DPR juga aspirasi partai, bukan aspirasi rakyat yang memilihnya," kata dia. [mvi]

Sumber Berita : http://nasional.inilah.com/


MK Gelar Sidang Uji Materi UU Parpol

Rico Afrido
Selasa, 7 Mei 2013 − 15:57 WIB

Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian konstitusionalitas Pasal 16 ayat 1 huruf c, huruf d dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) dengan agenda perbaikan permohonan.

Sidang uji konstitusionalitas itu merupakan sidang gugatan 11 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota yang diajukan beberapa waktu lalu. 

Pemohon dalam perkara ini adalah mereka yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh ketentuan a quo. Para pemohon tidak dapat mencalonkan diri kembali dalam Pemilu 2014, karena partainya tidak lolos verifikasi peserta Pemilu. 

Dengan demikian, untuk dapat mencalonkan diri lagi, para pemohon harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari parpol asalnya kemudian bergabung ke parpol yang lolos verifikasi peserta Pemilu.

Akan tetapi, Undang-Undang Parpol mengharuskan anggota legislatif yang akan berpindah partai harus mengundurkan diri dari jabatannya di parlemen.

Oleh sebab itu, para pemohon menilai Undang-Undang tersebut mengakibatkan kewenangan para pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Susunan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) mennjadi terganggu.

Terlebih, pemohon juga mendalilkan bahwa kemunculan UU Parpol pada 2011 ini tidak memenuhi aspek pembetukan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan dalil-dalil tersebut, pemohon memintah agar MK mebatalkan pasal 16 ayat 1 huruf c, huruf d dan ayat 3 UU Parpol karena bertentangan dengan UUD 1945 dan materi muatannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Adapun 11 pemohon itu adalah, Rahmad Budiansyah Ritonga, G. Mayanto, Robert Simanjuntak, Gusman Effendi Siregar, Ahmad Husin Situmorang, Rudi I.R Saragih, Sutan Napsan Nasution, Iwan Sakti, Efendi Sirait, Renjo Siregar, serta Parlon Sianturi.
(lns)

Sumber Berita : http://nasional.sindonews.com/


Saya sependapat dengan point-point yang diajukan Bpk Saurip Kadi tersebut. Bahwa perlu diuji materi teutama pasal 12 ayat g dan h UU Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, dan beberapa pasal yang mungkin mengakibatkan hak warga negara dikerangkeng karena dominasi partai politik yang begitu besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

MJP

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar tidak mengandung sara dan konflik etnis